Keberanian Sosok Kartini Muda dalam Misi Kemanusiaan Melawan COVID-19
- Detail
Bagi banyak wanita Indonesia, Raden Ajeng Kartini adalah sosok inspiratif sekaligus simbol emansipasi. Mengenang sosok Kartini adalah mengenang keberaniannya. Bagi Kartini, tidak ada yang lebih penting bagi perempuan selain memiliki keberanian.
Keberanian adalah modal yang akan membantu wanita Indonesia melewati banyak tantangan, memanfaatkan berbagai peluang, serta melakukan hal sulit untuk membantu lebih banyak orang.
Tahun ini, di tengah pandemi yang menjadi fenomena global, sosok Kartini muda berumur 27 tahun menunjukkan keberanian dan tekad kuat untuk melawan ketakutan, demi berkontribusi nyata dalam menghadapi krisis.
Sari Rezki Antika, seorang Digital Media Officer di PT RAPP, menawarkan diri menjadi relawan dalam misi kemanusiaan yang diorganisir oleh Tanoto Foundation dan Grup RGE Indonesia.
Bersama dua orang rekannya (Fembiarta Binar Putra dan Yosea Kurnianto), wanita yang akrab disapa Rere ini terbang selama enam jam dari Bandara Internasional Soekarno Hatta menuju Pudong International Airport di Shanghai.
Para relawan ini menaiki pesawat Garuda Indonesia Boeing 777-300 ER yang khusus disewa oleh Tanoto Foundation, untuk menjemput bantuan berupa 1 juta masker, 1 juta sarung tangan, 100.000 baju pelindung dan 3.000 kacamata pelindung untuk memenuhi kebutuhan APD para tenaga kesehatan di Indonesia.
Cari tahu lebih dalam mengenai motivasi Rere dalam melaksanakan tugas mulia ini dalam sesi tanya jawab berikut ini:
Dari mana Rere mendapat informasi tentang misi kemanusiaan ini?
Bapak Agung Laksmana, APRIL Corporate Affairs Director yang menghubungi saya dan memberikan informasi terkait misi ini. Di tanggal 8 April 2020, ia menawarkan saya untuk menjemput Alat Pelindung Diri (APD) langsung ke Shanghai bersama tim Tanoto Foundation dan RGE Indonesia.
Kebetulan sekali, Tanoto Foundation bukanlah nama yang asing bagi saya. Lembaga filantropi inilah yang memberikan dukungan menyeluruh bagi proses akademis saya selama saya berkuliah dari tahun 2011 di Universitas Riau. Bisa dibilang saya adalah seorang TF-Scholar (panggilan bagi mantan penerima beasiswa Tanoto Foundation-red).
Apa tanggapan Rere pada saat itu?
Tanpa pikir panjang, saya langsung mengiyakan tawaran tersebut dan menyanggupi untuk berangkat ke Jakarta pada hari Kamis, 9 April, 2020, karena saat ini saya berdomisili di Kerinci, Riau, tepatnya di kompleks PT RAPP tempat saya bekerja.
Apa yang memotivasi Rere untuk mengambil risiko besar di tengah pandemi sekarang ini?
Saya melihat pandemi ini sudah cukup memberi begitu banyak teror dan ketakutan di sekitar kita. Kondisi krisis yang sudah berlangsung dalam beberapa pekan ini memaksa kita untuk menarik diri dari kegiatan bermasyarakat demi melindungi diri dan menghindari kemungkinan terpapar virus. Di tengah kondisi penuh ketakutan seperti ini, yang kita butuhkan adalah keberanian.
Lagipula, mengawal dan memantau proses penjemputan bantuan alat pelindung diri tidaklah seberat tugas para tenaga kesehatan yang setiap hari berada di garda depan, bertaruh nyawa dan mengorbankan kepentingan pribadi demi keselamatan orang lain.
Sungguh, keberanian saya untuk melakukan misi ini tumbuh dari perjuangan mereka.
Bagaimana tanggapan keluarga?
Tentu saja sempat khawatir. Namun, saya terus meyakinkan bahwa hal yang akan saya lakukan ini sangat penting. Selain itu, keselamatan kami para relawan sangatlah diutamakan dalam misi ini. Hingga akhirnya saya mendapat restu. Pesan terakhir yang saya dengar sebelum berangkat ke Jakarta keluar dari mulut Kakak saya, “Semoga perjalanan ini menjadi amal jariyah bagimu,” ucapnya.
Bisa ceritakan mengenai proses keberangkatan hingga sampai di sana?
Senin, 13 April, 2020, dini hari saya bersama Bang Fembi dan Bang Yosea terbang dari Bandara Soekarno Hatta bersama delapan relawan dari Garuda Indonesia, empat pilot, dan empat pramugara dari Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Menariknya, sesaat setelah pesawat lepas landas, saya baru menyadari bahwa saya adalah satu-satunya perempuan dalam misi ini. Seketika muncul rasa haru bagi orang-orang yang telah mempercayakan tanggung jawab ini kepada saya, bukti bahwa perempuan juga bisa berdampingan dengan laki-laki dalam misi seperti ini.
Menempuh enam jam perjalanan, kami akhirnya tiba di Bandara Internasional Pudong di Shanghai, Tiongkok pada pukul 6 pagi waktu Shanghai. Begitu mendarat kami langsung mengenakan alat pelindung diri, kami bahkan dilarang keluar dari pesawat dan melangkah ke garbarata.
Seperti yang saya bilang tadi, keselamatan kami dalam misi ini adalah hal utama, sehingga pihak Tanoto Foundation dan Grup RGE Indonesia memastikan pengamanan yang benar-benar ketat.
Tanpa keluar dari pesawat, kami menjalankan tugas yang sesungguhnya: memantau proses masuknya 30 ton barang bantuan masuk satu per satu ke dalam pesawat. Sebelumnya, kami juga memastikan bahwa setiap kursi pesawat dan bagasi cabin telah melewati proses sterilisasi dan setiap permukaannya terlindung oleh plastik.
Dengan kerja sama dan koordinasi yang baik dari semua pihak, semua barang berhasil terangkut dalam waktu 3,5 jam. Setelah memastikan muatan kami terikat dengan baik, kami langsung pulang ke tanah air.
Dalam waktu sesempit itu, apa tantangan terbesar yang Rere rasakan?
Fokus! Setiap relawan tidur kurang dari dua jam saja selama perjalanan, belum lagi sisi manusiawi berupa kekhawatiran yang kami perangi masing-masing. Tantangan terbesar adalah kemampuan mengendalikan diri dan mengesampingkan rasa lelah dan takut, agar koordinasi bisa berjalan lancar dan tepat waktu.
Setelah pulang ke tanah air, apa yang Rere hadapi?
Pukul 16.30 WIB kami kembali mendarat di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Hal pertama yang kami lakukan adalah langsung menuju ke posko Kementerian Kesehatan di terminal 3 untuk karantina kesehatan. Kami menjalani serangkaian tes: suhu tubuh, denyut jantung, hingga tes cepat (rapid test) COVID-19 melalui pengambilan sample darah. Meski hasil tes kami negatif, kami wajib melakukan karantina mandiri selama 14 hari ke depan.
Segera setelahnya kami disambut oleh tim Tanoto Foundation dan Grup RGE Indonesia, beberapa pimpinan bahkan turun untuk menyambut kami, apresiasi luar biasa yang mengharukan bagi saya.
Apa hal paling penting yang Rere petik dari misi ini?
keberanian dalam diri kita, yang terpenting adalah keberanian untuk melakukan hal yang baik bagi banyak orang, meski mengandung risiko yang besar. Saya percaya, keberanian juga yang akan membantu kita melewati kesulitan ini dan menata kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Seperti yang digaungkan Kartini: “Sehabis gelap, terbitlah terang.”